Monday, February 11, 2008

Rubish Bin untuk Pura



Salah satu program dari IHKA Bali untuk tahun 2008 adalah membuat sebanyak mungkin rubish bin untuk kita sumbangkan ke pura – pura di Bali terutama pura besar dan sekaligus merupakan pura yang sering dikunjungi oleh para wisatawan. Hal ini kita pandang perlu karena banyak sekali pura di Bali yang kekurangan tempat sampah sehingga umat membuang sampah tidak pada tempatnya pada saat mengunjungi sebuah pura.

Tempat sampah ini kita buat dengan logo organisasi kita supaya organisasi IHKA Bali lebih dikenal oleh masyarakat dan menunjukan kepada masyarakat luas bahwa kita yang bekerja di sector pariwisata juga mempunyai kepudulian terhadap lingkungan terutama kebersihan pura.

Pada hari Minggu, 10 February 2008 IHKA Bali berangkat ke pura luhur Batur untuk menyerahkan tempat sampah itu kepada para pemangku. Jumlah tempat sampah yang kita haturkan 10 buah ukuran sedang. Selain itu kita juga sempat melakukan persembahyangan bersama.

Dari Pura Batur kita melanjutkan pedek tangkil ke pura Besakih untuk menghaturkan 15 tempat sampah berukuran sedang. Seperti juga di pura Batur, di Pura Besakih kita juga melakukan persembahyangan bersama di Penataran Agung setelah masing – masing peserta sembahyang di Pedarman mereka masing – masing.

Mudah – mudahan apa yang kita lakukan bisa membantu kebersihan pura tetap terjaga sepanjang waktu.

Sunday, February 10, 2008

Kunjungan Sosial ke Kabupaten Bangli



Mengunjungi I Wayan Ruma

Pada hari Minggu 10 February 2008 IHKA Bali mengadakan kunjungan sosial ke kabupaten Bangli. Seperti biasa kegiatan ini mendapat dukungan dari para partner kerja seperti Calmic, APP, Pink Service, dan Pradipa Pest Control

Rombongan berangkat dari Sanur Paradize Plaza jam 09;00 pagi dan langsung menuju Br. Kayuambe, desa Tiga Kecamatan Susut, Bangli. Kali ini yang kita berikan bantuan adalah I Wayan Ruma, seorang penderita cacat fisik. Sebagai kepala keluarga yang harus menafkahi istri dan seorang anaknya yang masih kecil I Wayan Ruma menderia kaki mengecil sehingga dia harus memakai tongkat kalau berjalan.

Untuk mencapai rumah Wayan Ruma rombongan IHKA Bali harus melaui perjalanan yang cukup berat. Rumah atau lebih tepatnya disebut gubuk tempat tinggalnya terletak sangat jauh sekitar 1 kilometer dari jalan. Dan jalan yang ditempuh adalah menuruni tebing terjal persis seperti kalau kita mendaki sebuah Gunung. Jalan setapak terjal berliku harus kita lalui untuk bisa sampai di gubuk Wayan Ruma yang terletak di sebuah jurang dikelilingi tebing yang sangat tinggi.

Di Gubuk yang sebenarnya milik iparnya ini setiap hari Pak Ruma membuat gedek bambu yang kalau sudah selesai dijinjing oleh istrinya menapaki tebing terjal untuk bisa sampai di pasar Kayuambe untuk dijual. Kita bisa bayangkan betapa berat kehidupan yang dilakoni oleh saudara kita ini.

Kepada saudara kita yang kurang beruntung ini IHKA Bali menyerahkan pakain, beras, Mie instant, dan uang yang diterima dengan suka cita.

Perjalanan kembali ke jalan umum merupakan pengalaman yang tak terlupakan oleh rombongan IHKA Bali. Pada saat turun saja sudah susah, apalagi pada saat naik mendaki tebing terjal. Tetapi semua tetap tersenyum karena sudah bisa membantu sesama. Ada rasa bahagia dan syukur tersirat di semua wajah peserta karena semua menyadari bahwa kita jauh lebih beruntung dari saudara kita tersebut.

Mengunjungi I Nengah Kisid

Orang kedua yang hendak kita kunjungi adalah I Nengah Kisid, seorang penderia Rematik akut yang sudah sakit lebih dari 20 tahun. Keluarga ini tinggal di Br. Medui, Desa Tembuku, Bangli.
Karena lokasi sangat terpencil maka kita perlu bertanya beberapa kali untuk bisa sampai di desa ini. Namun sayang, karena begitu kita sampai dan bertanya kepada seorang penduduk kami mendapatkan kenyataan bahwa Nengah Kisid yang hendak kita bantu ternyata sudah meninggal sebulan yang lalu.

Kami akhirnya memutuskan untuk menemui suaminya. Tinggal di rumah yang sangat sederhana bapak Ngales menjelaskan nasib yang dialami dengan sakitnya sang istri puluhan tahun. Beban hidup begitu berat karena harus membesarkan anak dan merawat istri yang sakit sementara hidupnya hanya bergantung pada hasil ladang.

Kepada pak Ngales kita juga menyerahkan pakaian, beras, Mie dan uang tunai. Bantuan ini diterima oleh pak Ngales dengan ucapan terima kasih karena kita sudah datang dari jauh untuk bisa memberi bantuan.